Manisnya durian "Papualangi" dan harapan tumbuhnya wisata di Gorontalo Utara

Administrator 11 Februari 2021 0 Kali
Manisnya durian

Gorontalo Utara - Bau yang sangat tajam membuat orang terpancing untuk lebih baik memakannya daripada sekadar mencium baunya.

Durian Monthong Papualangi, durian manis khas Tolinggula di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo yang semakin populer.

Banyak diburu konsumen Gorontalo dan nusantara, bahkan dijadikan ole-ole khas ke berbagai wilayah di Indonesia membuat buah berkulit runcing ini mulai mendorong naiknya pendapatan masyarakat dan peluang usaha menjanjikan bagi warga Desa Papualangi, Kecamatan Tolinggula Kabupaten Gorontalo Utara.

"Setiap hari ratusan orang masuk ke desa kami untuk berburu durian. Paling banyak memburu durian Monthong yang dikenal manis, dagingnya tebal, dan harga yang murah," kata Nunung Milawaty Usman, Sekretaris Desa Papualangi, di Gorontalo, Selasa.

Namun para pemburu durian tidak menyadari harga durian ini di desa sudah naik tajam.

Dari harga sebelumnya yang hanya di kisaran Rp15 ribu hingga Rp25 ribu per buah.

"Masyarakat pemilik kebun durian tidak menjualnya dalam takaran per kilo gram. Semuanya dijual per buah namun harganya akan menjadi variatif berdasarkan ukuran," ucap Nunung.

Pada musim panen tahun 2021 ini, harganya meroket di kisaran Rp50 ribu hingga Rp60 ribu per buah jika dibeli di tangan ke dua atau penjual lokal.

Pembeli yang pintar menawar biasanya diberi diskon khusus oleh para penjual.

Namun jika membeli langsung ke petani atau datang ke kebun, untuk durian Monthong bisa dibeli di kisaran Rp30 ribu-Rp35 ribu per buah.

Untuk durian lokal di kisaran Rp15 ribu hingga Rp20 ribu per buah, namun biasanya pembeli sulit mengaksesnya karena durian lokal pohonnya tinggi-tinggi juga sulit dipanen.

Petani harus menunggu buah jatuh langsung dari pohon. Kalau dipanen paksa atau digalah, pasti menurunkan kualitas rasa.

"Petani tidak mengambil resiko untuk memaksa panen," katanya.

Konsumen banyak memburu durian Papualangi Kecamatan Tolinggula, Kabupaten Gorontalo Utara. (ANTARA/Susanti Sako)


Berbeda dengan durian monthong yang bisa dipetik langsung. Itupun jika sudah benar-benar matang.

Durian monthong akan hilang rasa lezatnya bahkan teksturnya bak bubur jika buahnya jatuh di tanah.

Makanya petani harus paham betul usia buah yang siap panen agar kualitasnya terjaga.

Nunung mengaku, setiap hari berkeliling desa menjumpai para petani pemilik pohon durian.

Ia sering ditugasi kepala desa untuk memantau pohon durian yang buahnya siap dipanen.

"Bukan untuk meminta durian gratis karena mentang-mentang aparat desa," katanya bergelak tawa.

Namun pemerintah desa sering dihubungi banyak pihak yang katanya ingin bertandang ke desa.

"Menu utama yang kami sajikan ya buah durian. Kadangkala tamu yang ingin makan dalam jumlah banyak, mereka harus membeli sendiri. Tapi acapkali kami beli untuk disuguhkan," ungkapnya.

Di Desa Papualangi, masyarakat menanam durian dengan sistem kebun rakyat.

Durian mulai ditanam sejak tahun 1987 hingga saat ini. Rata-rata warga memiliki 30 pohon durian.

Ada yang ditanam khusus di kebun, ada juga yang menghiasi pekarangan rumah.

"Saat musim berbuah banyak, Desa Papualangi berhias durian. Dimana-mana durian bergelantungan menghias desa menjadi pemandangan khas, namun tahun 2021 ini buahnya tidak sebanyak awal tahun 2020," ucap Nunung.

Biasanya, durian Papualangi akan panen raya setiap dua tahun sekali atau seperti di tahun 2020 panen raya hingga dua kali.

"Jika sudah begitu, tahun berikutnya produksi buah akan berkurang," imbuhnya. Naiknya harga durian Papualangi, dipicu karena minimnya produksi tahun ini dan konsumen berebutan berburu langsung di kebun-kebun rakyat.

Bahkan ada konsumen yang nekat datang membeli seluruh buah di satu pohon. Mereka (pembeli) bersepakat dengan pemilik sejak durian masih berusia muda.

Seluruh buah dalam satu pohon diborong, nanti saat panen baru pemilik akan menetapkan harga berdasarkan jumlah buah dan ukurannya.

Kalau dulu, petani menjualnya per pohon Rp1 juta hingga Rp1,5 juta, dan pembeli wajib menjemput langsung.

Berbagai alasan konsumen membeli mulai dari ingin dikonsumsi keluarga, ada juga yang ingin dijual lagi, juga dijadikan ole-ole untuk keluarga di luar Gorontalo.

Naiknya harga durian juga dipicu infrastruktur jalan yang sudah baik di desa ini.

"Dulu, meski musim panen raya, harga durian termahal hanya Rp10 ribu untuk jenis monthong, dan kisaran Rp2 ribu hingga Rp5 ribu per buah untuk jenis lokal, durian susu, gajah, mentega begitu masyarakat menamainya. Itu disebabkan akses jalan yang rusak atau sangat susah dilalui selain hanya kendaraan tertentu saja," kata Nunung.

Kini, durian lokal pun tak boleh dipandang sebelah mata, sebab sekali makan rasa manisnya durian Papualangi pasti bikin ketagihan.

Saat ini, kendaraan segala jenis baik motor dan mobil sudah dengan mudah mengakses Papualangi. Yang ingin makan durian dapat datang kapan saja.

"Asalkan jangan lupa membawa uang," tutur Nunung mengurai senyum.

Pemerintah Kabupaten mendorong pertanian durian skala besar

Bupati Gorontalo Utara Indra Yasin mengatakan, sangat mendorong pertanian durian berskala besar.

Bahkan Pemerintah Kabupaten melalui Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura diminta menjalin koordinasi dengan pihak terkait di pemerintah provinsi maupun pusat, untuk mendapatkan bantuan bibit pohon durian dalam jumlah banyak.

Selain itu, organisasi perangkat daerah (OPD) terkait pun diminta keroyokan untuk mewujudkan Desa Papualangi hingga desa terujung di wilayah barat tersebut, Desa Cempaka Putih, menjadi destinasi baru wisata buah di Provinsi Gorontalo.

"Kita dorong perkebunan durian milik rakyat menjadi usaha pertanian berskala besar yang dikembangkan dari bebagai sektor. Paling dominan sektor pertanian dan pariwisata," katanya.

"Desa Papualangi mulai diwujudkan menjadi perkebunan durian dan pusat rekreasi buah di daerah ini," katanya lagi.

Durian mungkin akan berkendala saat pengiriman ke luar daerah. Sebab untuk akses pengiriman melalui udara, sangat sulit karena baunya yang sangat tajam.

Makanya pemerintah kabupaten memilih merancang desa wisata buah. Sasarannya, wisatawan atau konsumen akan bertandang langsung ke Papualangi untuk makan durian.

Selain itu, pemerintah desa didorong menggerakkan kaum ibu dan milenial desa untuk belajar mengolah durian menjadi produk khas.

Dulu, saat musim panen raya, ibu-ibu rumah tangga mengolah durian menjadi produk olahan tradisional seperti dodol yang awetnya berbulan-bulan.

Cita rasanya pun khas dan banyak dicari konsumen. "Rasanya sangat manis dan pasti enak," Indra menggambarkannya.

Masih lanjutnya, pemerintah kabupaten sangat mendorong lagi usaha pengolahan tersebut. Termasuk akan mendorong pihak investor hingga perbankan untuk mengintervensi dalam hal modal usaha.

Saya pun sebagai kepala daerah, ucapnya mendorong masyarakat Desa Papualangi untuk terus menanam pohon durian sebab peluang pasarnya sangat baik dan luas.

Bahkan karena banyak diburu, konsumen lokal harus bersaing dengan konsumen luar untuk menikmati durian meski harganya mahal.

Konsumen rela bayar mahal untuk durian Papualangi

Konsumen durian yang datang langsung ke Desa Papualangi rela membayar mahal untuk bisa menikmati beragam jenis durian.

Paling banyak dicari durian monthong, namun kalau sudah mencicipi durian lokal, rasanya semua ingin diborong.

"Saya memilih datang langsung ke Desa Papualangi, karena penasaran ingin membeli dan memetik langsung buah durian," kata Rahmat Ali, konsumen dari Kota Gorontalo.

Ia mengaku melihat banyak unggahan di media sosial memperlihatkan foto pengunjung yang menikmati durian langsung dibawah pohon.

"Saya sangat termotivasi melakukan hal yang sama, meski jarak tempuh ke Desa Papualangi cukup jauh," ucap Rahmat.

Durian monthong Papualangi atau durian Tolinggula sangat terkenal di Provinsi Gorontalo, konon katanya teksturnya lembut, dagingnya tebal, bijinya kecil dan rasanya manis di bagian akhir ada pahit-pahitnya.

"Sangat membuat penasaran. Banyak jenis ini dijual di supermarket dengan harga mahal, namun saya juga rela membayar mahal agar bisa menikmati durian yang dibelah sendiri langsung di bawah pohon," ungkapnya.

Untuk bisa mengakses Desa Papualangi dari ibu kota kabupaten, di Kecamatan Kwandang, jarak tempuhnya sekitar 4 jam perjalanan dengan biaya akomodasi yang lumayan besar.

Harga sewa mobil rental Rp300 ribu per hari dengan biaya bensin Rp200 ribu untuk perjalanan pergi-pulang jika ingin melakukan perjalanan privasi atau bersama keluarga.

Jika menumpang transportasi umum, saat normal sewanya Rp50 ribu per orang namun saat pandemi COVID-19 naik di kisaran Rp100 ribu-Rp150 ribu per orang.

Biaya itu bisa bertambah jika ingin jajan atau mampir makan sambil singgah beristirahat di rumah makan atau kios-kios di sepanjang wilayah barat tersebut.

"Namun bagi penyuka durian, saya rela membayar mahal yang penting memuaskan," imbuhnya.

Rahmat mengaku sudah mewujudkan keinginan itu, dan rasanya sangat memuaskan juga membahagiakan.

"Saya ingin kembali dan kembali lagi ke Desa Papualangi, menikmati durian dan keindahan alamnya" ungkapnya.

Harapan pemerintah Desa Papualangi mengembangkan pariwisata dan perkebunan durian

Ada dua magnit di Desa Papualangi yaitu, pariwisata yang sementara dikembangkan dan durian monthong yang bercita rasa khas.

Untuk mengkolaborasikan dua sektor tersebut, mengingat musim durian tidak berlangsung panjang namun produktif setiap tahun, membuat pemerintah desa sangat termotivasi dalam pengelolaan objek wisata alam yang dimiliki.

Yaitu wahana arung jeram di lokasi wisata yang dinamai Papualangi Hills.

"Pengelolaannya kami serahkan ke Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) didukung beberapa fasilitas seperti perahu karet, bantuan dari pemerintah kabupaten," ujar penjabat sementara Kepala Desa Papualangi, Nanang Riyadi Ahmad Yasin.

Dulu kami (pemerintah desa) sempat pesimis karena jarak tempuh ke desa ini tergolong jauh dengan medan yang berat.

Tanjakan, jalanan berkelok namun ternyata wisatawan sangat tertantang dengan kondisi itu.

Banyak yang datang dari luar kabupaten ini, bahkan dari luar Gorontalo.

Kebanyakan datang berkelompok, dari berbagai kalangan pula.

"Ini pun terus menjadi tantangan bagi kami untuk menata wisata Papualangi meski dengan modal kecil," ungkapnya.

Apalagi sangat terpuruk saat pandemi COVID-19 baik dari sendi pemasukan pendapatan desa, juga pendapatan para pelaku usaha kecil dan menengah di lokasi wisata.

Namun optimisme terus kami bangun, apalagi bertepatan dengan panen durian saat ini.

"Hampir setiap libur akhir pekan sejak pertengahan bulan Januari 2021, pemburu durian banyak yang datang juga singgah di lokasi wisata Papualangi Hills dan menikmati wahana arung jeram," ujarnya.

Kesempatan ini pun dimanfaatkan masyarakat untuk menjajakan duriannya di lokasi wisata.

Para penjual mengaku, rata-rata mendapat omset minimal Rp1 juta-Rp3 juta per hari.

Ini gairah ekonomi yang patut didukung pemerintah daerah. "Potensinya ada, komoditasnya tersedia, rakyatnya aktif, tentu sangat potensial untuk terus mengembangkan dua sektor tersebut di desa ini," ucapnya.

Bertahap pemerintah desa pun terus terpacu meningkatkan potensi yang ada melalui penataan objek wisata yang semakin baik dengan mengandalkan kealamiahan lingkungannya.

"Kami bahkan mendorong masyarakat untuk mengelola potensi desa yang dimiliki. Juga terus memberi penguatan agar optimisme membangun desa terus dimiliki setiap masyarakat," ucapnya.

Saat ini, minat kunjungan wisata ke desa ini mulai menanjak.

Beberapa unit rumah milik warga yang disulap menjadi sarana penginapan (home stay) mulai dipenuhi pengunjung.

Harganya murah, hanya Rp200 ribu per kamar per malam, pengunjung diberi fasilitas sarapan dan makan siang. 

Khusus di Desa Papualangi baru ada tiga unit home stay dengan jumlah kamar yang masih terbatas. 

Namun dalam hal penerapan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran COVID-19 tetap wajib dilakukan.

Setiap pengunjung yang masuk desa ini, khususnya ke lokasi wisata Papualangi Hills, wajib memakai masker, menjaga jarak dan tidak berkerumun juga diimbau membawa handsanitizer.

"Masker boleh dibuka saat menikmati durian saja. Kalimat itu mulai populer di desa ini," ungkap Nanang bahagia.

Jumlah kepala keluarga di Desa Papulangi, sebanyak 230 KK. 50 persen diantaranya memiliki pohon durian produktif.

Sumber : https://gorontalo.antaranews.com